Rabu, 12 Maret 2008

Keindahan AlQuran


Pesona dan keindahan AlQur’an
Adalah Nur dan kehidupan setiap Muslim,
Rembulan mungkin kecintaan lainnya
Bagi kami yang terkasih Al-Qur’an semata.

Telah kucari ke berbagai penjuru
Tak bersua sama sekali tandingannya,
Bagaimana tidak ada padanannya
Ia adalah Kalam Suci Tuhan yang Maha Kaya.


Setiap kata di dalamnya berisi kehidupan
Dan sumber mata air tak berkesudahan,
Tak ada kebun yang demikian indah
Tidak juga taman serupanya.


Kalam Allah yang Maha Pengasih
Tak ada bandingannya,
Meski mutiara dari Oman
Atau pun mirah dari Badakshan.

Gimana mungkin kata manusia
Bisa mengimbangi Kalam Ilahi?
Di sini kekuatan samawi, di sana tanpa daya,
Bedanya demikian nyata.

Dalam pengetahuan dan kefasihan
Gimana mungkin manusia mengimbangi-Nya?
Padahal para malaikat pun
Tak berdaya di hadirat-Nya.

Bahkan kaki serangga kecil pun
Tak mampu manusia mencipta,
Gimana mungkin baginya
Mencipta Nur sang Maha Perkasa?

Wahai manusia, perhatikanlah
Keagungan Tuhan yang Maha Akbar
Kendalikan lidah kalian
Jika ada sedikit saja keimanan kalian.

Menganggap ada yang sama dengan Tuhan
Adalah kekafiran pada puncaknya,
Takutlah kepada Tuhan, wahai sayangku
Betapa dusta dan fitnah hal ini.

Jika kalian menerima Ketauhidan Ilahi
Mengapa hati kalian berisi penuh berhala?

Tabir kegelapan apa yang telah menyelimuti hati kalian.
Sesungguhnya kalian telah berdosa
Bertaubatlah, jika kalian takut kepada Allah.

Aku tidak mengharapkan buruk bagi kalian, saudaraku
Ini hanyalah nasihat sederhana
Hati dan jiwaku adalah persembahan bagi
Siapa pun yang berhati mulia.
(Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 198-204, London, 1984).

* * *

Nur dari Al-Furqan
Adalah yang paling cemerlang dari semua sinar,
Maha Suci Dia yang dari-Nya
Mengalir sungai nur ruhani.

Pohon keimanan dalam Ketauhidan Ilahi
Sudah hampir meranggas kering
Ketika tiba mata air murni ini
Muncul dari ketiadaan.

Ya Allah, Furqan-Mu sendiri adalah alam hakiki
Yang berisi segala yang dibutuhkan makhluk ini.

Telah kucari ke seluruh dunia,
Telah kutelusuri semua tempat niaga
Yang kutemukan adalah piala satu ini
Berisi ilmu hakiki sang Ilahi.

Tak ada padanan Nur ini
Di segenap penjuru bumi
Fitratnya unik dalam segala hal
Tanpa tanding di segala bidang.

Semula kukira bahwa Furqan serupa dengan tongkat Musa,
Setelah kurenungi mendalam nyatanya
Setiap katanya adalah al-Masih.

Jika buta mata mereka
Itu kesalahan mereka sendiri,
Padahal Nur ini telah bersinar
Seterang seratus mentari.

Betapa menyedihkan kehidupan
Umat manusia di dunia,
Yang hatinya tetap membuta
Meski tersedia Nur hakiki ini.
(Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 305-306, London, 1984).





Selengkapnya.....

Minggu, 09 Maret 2008

Revolusi Akbar Melalui Rasulullah SAW

Argumentasi pertama yang dikemukakan Al-Qur’an agar manusia mau menerimanya sebagai Kitab yang benar dan Rasul-Nya sebagai Rasul yang benar serta untuk membuktikan bahwa ia memang berasal dari Allah yang Maha Kuasa, ialah Kitab dan Rasul itu sepatutnya muncul pada saat dunia sedang dilanda kegelapan dimana manusia sudah menjadi penyembah berhala sebagai pengganti Ketauhidan Ilahi, mengikuti jalan kejahatan sebagai pengganti kesucian, tenggelam dalam keangkaraan dan meninggalkan keadilan, telah menjadi demikian bodoh sehingga karenanya amat membutuh¬kan seorang Pembaharu dalam diri seorang Rasul.



Kemudian Rasul tersebut akan meninggalkan dunia ini ketika ia telah menyelesaikan seluruh tugas pembaharuannya dengan cara yang indah dan terpelihara dari segala musuhnya ketika ia sedang melaksanakan tugasnya. Ia itu sewajarnya muncul sebagai seorang pelayan dan berangkat di bawah perintah majikannya. Singkat kata, sewajarnya ia akan muncul di saat ketika manusia membutuhkan seorang Pembaharu samawi dan membutuhkan bimbingan sebuah Kitab, untuk kemudian dipanggil pulang berdasarkan wahyu yang diturunkan setelah ia selesai menanam pohon pembaharuan yang tertanam teguh dan telah muncul revolusi akbar dalam keruhanian manusia.


Kami dengan bangga hati menyatakan bahwa kecemerlangan yang menegakkan argumentasi ini yang mendukung kebenaran Al-Qur’an dan penghulu kita Nabi Suci s.a.w. nyatanya tidak ada terdapat pada Nabi-nabi lain atau pun Kitab-kitab lain. Pengakuan dari Nabi Suci s.a.w. adalah bahwa beliau diutus kepada seluruh umat manusia dan karena itu Al-Qur’an menyalahkan secara keseluruhan manusia yang terlibat dalam paganisme, kejahatan dan kefasikan sebagaimana ayat:

“Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan apa yang telah diusahakan oleh tangan manusia”. (S.30 Ar-Rum:42)
untuk kemudian mengemukakan:

“Maha beberkat Dia yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya supaya ia menjadi pemberi peringatan bagi sekalian alam”. (S.25 Al-Furqan:2).
Dengan kata lain, ditugaskan kepada Nabi Suci s.a.w. untuk mengingatkan umat manusia bahwa karena kelakuan mereka serta aqidah yang salah, mereka itu dianggap sebagai sangat berdosa dalam pandangan Allah yang Maha Kuasa.

Kata “Pemberi peringatan”. dalam ayat ini berkaitan dengan seluruh umat manusia dan jika dikatakan bahwa peringatan ini bagi para pendosa dan pelaku kejahatan, maka berarti Al-Qur’an menyatakan kalau seluruh dunia ini telah menjadi busuk dimana setiap orang telah meninggalkan jalan kebenaran dan amal saleh. Yang namanya peringatan dengan sendirinya hanya ditujukan kepada mereka yang fasik dan bukan kepada mereka yang berperilaku baik. Semuanya memahami bahwa yang diberi peringatan adalah mereka yang jahat dan tidak beriman, karena demikian itulah cara Allah s.w.t. mengutus Nabi untuk membawa kabar suka bagi umat yang saleh dan sebagai “Pemberi peringatan”. kepada mereka yang jahat. Jika dikatakan bahwa seorang Nabi ditugaskan sebagai “Pemberi peringatan”. bagi seluruh dunia maka patut disadari kalau berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi tersebut bahwa seluruh dunia telah terlibat dalam tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Pernyataan seperti ini tidak terdapat dalam Kitab Taurat berkenaan dengan Nabi Musa a.s. dan tidak juga dalam Kitab Injil berkenaan dengan Nabi Isa a.s. dan hanya bisa ditemukan di dalam Al-Qur’an saja.
Ketika difirmankan:

“Kamu dahulu telah berada di pinggir lubang api”. (S.3 Ali Imran:104),
yang dimaksud adalah sebelum kedatangan Nabi Suci s.a.w. umat manusia telah berada di tubir neraka.
Umat Yahudi dan Kristiani diingatkan bahwa mereka telah menyelewengkan Kitab-kitab Allah dan telah membawa manusia kepada segala rupa kejahatan dan perilaku salah. Adapun para penyembah berhala diingatkan bahwa mereka telah menjadi penyembah bebatuan, manusia, bintang-bintang serta unsur-unsur alam sehingga mereka melupakan sang Maha Pencipta yang Sejati. Begitu juga dengan mereka yang memakan harta anak yatim, membunuh anak-anak serta mencurangi serikat usahanya sendiri dan melakukan pelanggaran melampaui batas dalam segala hal. Difirmankan bahwa:

“Ketahuilah bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya”. (S.57 Al-Hadid:18)
mengandung arti bahwa seluruh dunia ini sudah mati dan sekarang akan dihidupkan kembali oleh Allah s.w.t.

Singkat kata, Kitab Suci Al-Qur’an menyatakan bahwa seluruh dunia sudah berperilaku salah, manusia sudah menjadi penyembah berhala, umat Yahudi dan Kristiani menjadi akar dari segala keburukan dan berbagai macam dosa. Al-Qur’an memberikan gambaran kerusakan dunia yang padanannya tidak ada pada masa lain kecuali hanya pada masa Nabi Nuh a.s. Kami hanya mengutip beberapa ayat saja dan mengharapkan para pembaca sudi kiranya mempelajari sendiri Al-Qur’an secara tekun guna menemukan bagaimana Al-Qur’an ini telah menyatakan secara tegas bahwa seluruh dunia saat itu sudah dalam keadaan busuk dan mati serta manusia sudah berada di tubir neraka. Kitab ini mengingatkan Nabi Suci s.a.w. untuk memberi peringatan kepada seluruh dunia bahwa mereka itu berada dalam keadaan yang gawat.
Telaah atas Kitab Suci Al-Qur’an mengungkapkan bahwa seluruh dunia sedang tenggelam dalam paganisme, kedurhakaan, segala bentuk dosa dan terbenam dalam sumur kejahatan. Memang benar bahwa Kitab Injil ada menyatakan kalau umat Yahudi telah menyimpang, tetapi tidak ada menyebut bahwa seluruh dunia sudah membusuk dan mati karena dipenuhi dengan paganisme dan perbuatan dosa. Nabi Isa a.s. pun tidak ada memberi¬kan pengakuan bahwa beliau adalah Rasul bagi seluruh dunia. Beliau hanya berbicara kepada umat Yahudi yang merupakan bangsa yang kecil jumlahnya dan tinggal di desa-desa dalam jarak pandang Nabi Isa a.s. Adapun Al-Qur’an mengemukakan mengenai kematian seluruh dunia dan menguraikan kondisi buruk dari semua bangsa. Umat Yahudi memang keturunan dari Nabi-nabi dan menyatakan beriman kepada Kitab Taurat tetapi perilaku mereka tidak sejalan dengan Kitab tersebut, bahkan ketika di masa Nabi Suci s.a.w. aqidah mereka pun sudah melenceng jauh. Ribuan manusia lalu menjadi atheis dan ribuan lagi yang menyangkal adanya wahyu, sedangkan segala macam perilaku dosa menjadi marak di muka bumi. Nabi Isa a.s. ada menyatakan perilaku jahat umat Yahudi yang merupakan bangsa yang jumlahnya kecil dengan tujuan memberitahukan bahwa umat Yahudi saat itu sedang membutuhkan seorang Pembaharu. Namun argumentasi yang kami ajukan berkaitan dengan Hadzrat Rasulullah s.a.w. ialah beliau itu datang di saat dunia dalam keadaan rusak dan dipanggil kembali setelah menegakkan pembaharuan secara sempurna. Kedua aspek ini dikemukakan secara jelas dalam Al-Qur’an guna menarik perhatian manusia mengenai hal tersebut, dan yang pasti hal seperti ini tidak ada ditemukan dalam Kitab Injil atau pun Kitab-kitab lainnya.

Argumentasi tersebut dikemukakan sendiri oleh Al-Qur’an dan Kitab ini menyatakan bahwa kebenaran dirinya dikuatkan oleh kedua aspek tadi. Kitab ini muncul ketika perilaku manusia telah menyimpang dan aqidah-aqidah palsu telah merebak ke seluruh muka bumi sehingga dunia jadi melenceng jauh dari kebenaran dan realitas Ketauhidan Ilahi. Penegasan Al-Qur’an tentang hal ini diteguhkan oleh hasil studi komparative sejarah. Ada banyak bukti-bukti berupa pengakuan orang-orang yang menyatakan bahwa masa itu begitu penuh dengan kegelapan dimana setiap orang cenderung menyembah makhluk lainnya sehingga ketika Al-Qur’an menuduh mereka telah durhaka dan berdosa, tidak ada satu pun yang bisa membuktikan kebersihan dirinya. Perhatikanlah betapa tegasnya Allah yang Maha Perkasa berbicara tentang kejahatan para ahli Kitab serta tentang kematian seluruh dunia.
Dinyatakan dalam ayat:

“Bahwa mereka hendaknya tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi Kitab sebelum mereka, melainkan karena masa penganugrahan karunia Allah kepada mereka diperpanjang bagi mereka, hati mereka menjadi keras dan kebanyakan mereka menjadi durhaka. Ketahuilah bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kepadamu supaya kamu dapat mengerti”. (S.57 Al-Hadid:17-18).
Ayat ini mengandung arti bahwa para muminin diingatkan agar jangan berperilaku seperti para ahli Kitab yang telah memperoleh Kitab-kitab Ilahi sebelum mereka tetapi karena lamanya perjalanan waktu lalu hati mereka menjadi keras dan sebagian besar dari mereka lalu mendurhaka dan menjadi jahat. Mereka diingatkan bahwa dunia sudah mati dan sekarang akan dihidupkan kembali. Inilah tanda-tanda tentang perlunya Al-Qur’an serta kebenarannya agar kalian mau mengerti.
Sekarang kalian tentunya menyadari bahwa kami tidak ada mengajukan argumentasi ini dari hasil pikiran kami sendiri, melainkan Al-Qur’an sendirilah yang mengemukakannya dimana setelah mengajukan kedua aspek dari argumentasi lalu menyatakan kalau semua itu merupakan tanda-tanda yang mendukung kebenaran Nabi Suci s.a.w. dan Kitab Al-Qur’an itu sendiri dengan tujuan agar kalian menyadari dan menemukan realitasnya.

Bagian kedua dari argumentasi tadi bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. akan dipanggil pulang dari dunia kembali kepada Tuhan beliau pada saat beliau telah selesai melaksanakan tugas, juga dinyatakan secara tegas dalam Kitab Al-Qur’an pada ayat:

“Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagi manfaatmu dan telah Kulengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Kusukai bagimu Islam sebagai agama”. (S.5 Al-Maidah:4)
yang mengandung arti bahwa dengan diwahyukannya Al-Qur’an dan telah direformasinya umat manusia maka keimananmu telah sempurna serta karunia Ilahi telah disempurnakan bagimu dan Tuhan telah memilih Islam sebagai agamamu. Ayat ini merupakan indikasi kalau pewahyuan Al-Qur’an sudah selesai dan Kitab ini telah membawa perubahan yang luar biasa dalam hati manusia dengan kesempurnaan petunjuk dan bahwa karunia Ilahi telah disempurnakan bagi umat Islam.
Inilah kedua aspek yang menjadi tujuan dari diutusnya seorang Rasul. Ayat tersebut menegaskan bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. tidak akan meninggalkan hidup ini sampai Islam telah disempurnakan melalui diwahyukannya Al-Qur’an serta pemberian petunjuk yang patut bagi umat Islam. Semua itu merupakan tanda Ilahi yang tidak akan diberikan kepada seorang Nabi palsu. Sesungguh¬nya sebelum Nabi Suci s.a.w. tidak ada Nabi lain yang berhasil memper¬lihatkan bahwa Kitab yang dibawanya telah selesai dengan sempurna dan umatnya telah memperoleh petunjuk yang lengkap serta musuh-musuhnya telah dikalahkan sebagaimana Islam yang unggul di segala penjuru.
Di tempat lain dinyatakan:

“Apabila tiba pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat orang-orang masuk ke dalam agama Allah dengan berduyun-duyun, maka sanjunglah kesucian Tuhan engkau dengan puji-pujian-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia berulang-ulang kembali dengan rahmat-Nya”. (S.110 An-Nashr:2-4).
Berarti bahwa pertolongan dan kemenangan yang telah dijanjikan telah datang dan engkau telah melihat, wahai Rasul, bahwa manusia berduyun-duyun masuk ke dalam Islam, maka agungkan dan pujilah Tuhan karena sebenarnya apa yang telah terjadi itu bukanlah hasil kerjamu sendiri melainkan berkat rahmat dan karunia Allah s.w.t. Karena itu sembahlah Allah dan beristighfar karena Dia selalu kembali bersama rahmat-Nya. Jika para Nabi diperintahkan untuk beristighfar, tidaklah berarti bahwa mereka memohon pengampunan sebagaimana laiknya orang yang berdosa. Pada keadaan para Nabi tersebut, beristighfar merupakan pengakuan dari ketiadaan arti diri, kerendahan hati, kelemahan dan cara terhormat untuk memohon pertolongan. Sebagaimana ayat-ayat itu menegaskan bahwa tujuan dari kedatangan Hadzrat Rasulullah s.a.w. telah terpenuhi dimana beribu-ribu orang telah memeluk Islam, tetapi juga merupakan indikasi telah dekatnya waktu wafat beliau (beliau wafat dalam waktu satu tahun setelah diterimanya wahyu ini), maka wajar kalau wahyu ini telah memberikan kegembiraan kepada Nabi Suci s.a.w. tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana masa depan pengairan dari taman yang telah ditanaminya. Karena itu Allah yang Maha Agung untuk mencairkan kekhawatiran tersebut telah menyuruh Hadzrat Rasulullah s.a.w. agar beliau beristighfar. Pengertian dari “maghfirat”. adalah menyelimuti seseorang agar selamat dari segala bencana. Arti kata “mighfar”. adalah ketopong atau helm. Istighfar dengan demikian berarti agar bencana yang ditakuti atau dosa yang diperkirakan, akan ditutupi dan dicegah sebelum mewujud. Dalam keadaan ini kata itu ditujukan untuk memberikan ketenteraman hati kepada Nabi Suci s.a.w. agar beliau tidak perlu berduka atas kelangsungan agama Islam karena Allah s.w.t. tidak akan membiarkannya hancur serta akan selalu kembali dengan rahmat-Nya dan akan menahan segala kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kelemahan manusia. (Noorul Qur’an, no. 1, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 9, hal. 333-356, London, 1984).
* * *
Sudah menjadi bukti yang nyata akan kebenaran Kenabian dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. dan kesahihan dari Kitab Suci Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Nabi Suci s.a.w. diutus ketika dunia ini sedang sangat membutuhkan seorang Pembaharu Akbar dan bahwa beliau tidak wafat dan tidak juga terbunuh sampai telah selesai menegakkan kebenaran di bumi. Ketika beliau muncul sebagai seorang Nabi, beliau langsung menunjukkan kalau memang wujudnya amat diharap¬kan oleh dunia dan beliau langsung menegur umat manusia yang telah tenggelam dalam paganisme, kefasikan dan perbuatan dosa. Dalam Kitab Suci Al-Qur’an banyak ditemui peringatan demikian seperti:

“Maha beberkat Dia yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya supaya ia menjadi pemberi peringatan bagi sekalian alam”. (S.25 Al-Furqan:2)
yang merupakan peringatan bagi umat manusia yang telah rusak aqidahnya dan telah melenceng jauh cara hidupnya. Ayat ini menjadi bukti dari pernyataan Al-Qur’an bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. muncul ketika seluruh dunia dan semua umat manusia telah rusak akhlaknya, dimana mereka yang semula melawan akhirnya menerima pernyataan beliau, tidak dengan berdiam diri tetapi dengan pengakuan melalui baiat. Dari sini jelas kalau Nabi Suci s.a.w. datang ketika saatnya memang sudah harus muncul seorang Nabi yang sempurna dan benar.

Kalau kita lalu mentelaah kapan saatnya beliau dipanggil pulang, Al-Qur’an secara eksplisit menjelaskan bahwa kepulangan beliau adalah setelah selesai menuntaskan tugasnya. Beliau dipanggil pulang oleh Allah s.w.t. setelah turunnya ayat yang menyatakan bahwa aqidah pendidikan bagi umat Islam telah sempurna dan semua wahyu yang berkaitan dengan itu telah diturunkan. Tidak hanya itu, juga dinyatakan bahwa pertolongan Allah s.w.t. sudah digenapkan dan beribu manusia telah menganut Islam. Juga diwahyukan bahwa hati mereka telah dipenuhi dengan keimanan dan ketakwaan sehingga mereka menjauhi kedurhakaan dan dosa. Akhlak mereka telah mengalami perubahan luar biasa yang mempengaruhi perilaku dan jiwa mereka. Kemudian dikemukakan dalam surah An-Nashr bahwa tujuan dari Kenabian beliau telah terpenuhi dan Islam telah mencapai kemenangan di hati manusia. Hadzrat Rasulullah s.a.w. menyatakan bahwa surah ini mengindikasikan kewafatan beliau. Beliau kemudian melaksanakan ibadah Haji dan menyebut¬nya sebagai Haji Wada (perpisahan) dimana beliau menyampaikan khutbah panjang dari punggung seekor unta. Beliau meminta kesaksian mereka yang hadir bahwa beliau telah menyampaikan keseluruhan firman Tuhan yang ditugaskan kepada beliau untuk disampaikan kepada mereka. Setiap dari mereka yang hadir menyatakan dengan suara lantang bahwa benar beliau telah menyampaikan kepada mereka. Hadzrat Rasulullah s.a.w. kemudian menunjuk ke langit dan mengatakan: “Engkau menjadi saksi, ya Allah.”. Beliau kemudian mengingatkan mereka secara panjang lebar karena beliau tidak akan ada lagi bersama mereka pada tahun yang akan datang. Beliau kemudian kembali ke kota Medinah dan wafat pada tahun berikutnya. Turunkanlah berkat dan salam Engkau, ya Allah, atas diri beliau. Semua indikasi ini ada dikemukakan dalam Al-Qur’an dan dibenarkan oleh sejarah agama Islam.
Adakah dari antara penganut agama Kristen, Yahudi atau Arya yang bisa menunjukkan bukti-bukti bahwa Pembaharu mereka masing-masing memang datang pada saat dibutuhkan, dan pulang kembali ke Tuhan-nya setelah tugas mereka selesai, disamping para lawannya mau mengakui kekeliruan cara hidup serta ketidak-salehan mereka? Aku merasa yakin sekali bahwa tidak ada satu pun umat lain dari luar agama Islam yang akan mampu memberikan bukti demikian. Yang diketahui pasti, Nabi Musa a.s. diutus untuk kehancuran Firaun dan menyelamat¬kan umat beliau dari penindasan serta membimbing mereka ke arah yang benar. Adalah benar bahwa beliau memang berhasil menyelamatkan umatnya dari penindasan Firaun namun tidak mampu menyelamatkan mereka dari godaan Syaitan, dan beliau juga tidak berhasil membawa mereka ke tanah yang dijanjikan. Keturunan Bani Israil ternyata tidak bisa memurnikan batin mereka di tangan beliau dan mereka berulangkali melakukan kedurhakaan sampai kemudian Nabi Musa a.s. wafat ketika mereka masih dalam keadaan demikian. Sepanjang menyangkut pengikut Nabi Isa a.s. cukuplah Kitab Injil menjadi saksi atas kondisi mereka, tidak perlu lagi penjelasan tambahan. Bukanlah suatu hal yang tertutup adanya kenyataan bahwa betapa sedikitnya umat Yahudi yang menerima Nabi Isa a.s. padahal beliau sengaja diutus kepada mereka. Jika harkat Kenabian Nabi Isa dinilai dari tolok ukur jumlah pengikut maka Kenabian beliau tidak akan memenuhi syarat. (Noorul Qur’an, no. 1, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 9, hal. 358-369, London, 1984).
* * *
Hadzrat Rasulullah s.a.w. dibangkitkan ketika seluruh dunia sedang tenggelam dalam paganisme, kedurhakaan dan penyembahan makhluk, dimana semua orang telah meninggalkan aqidah yang murni dan melupakan jalan yang lurus. Penyembahan berhala berkembang luas di tanah Arab, adapun bangsa Parsi menyembah api, sedangkan di India disamping penyembahan berhala ditambah lagi dengan penyembahan berbagai macam makhluk lainnya. Banyak sudah buku ditulis mengenai hal ini dimana berpuluh-puluh manusia yang telah dipertuhan sebagai bagian dari penyembahan Avatar16.
Berdasarkan pendapat dari Pendeta Mr. Bourt17 dan beberapa penulis Inggris lainnya, tidak ada agama yang demikian rancunya sebagaimana agama Kristen dimana agama ini sudah jatuh kredibilitasnya akibat penyelewengan dan aqidah salah para ulama atau pendetanya. Dalam aqidah Kristen tidak hanya satu atau dua orang saja yang dipertuhan tetapi juga beberapa benda lainnya.
Kedatangan Nabi Suci s.a.w. pada saat kegelapan demikian dimana situasi menuntut munculnya seorang Pembaharu agung guna memberikan petunjuk Ilahi yang akan mencerahkan dunia dengan Ketauhidan Ilahi serta menghapus paganisme dan penyembahan makhluk yang merupakan induk dari segala kemudharatan, merupakan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah yang benar dan jauh mengungguli Rasul-rasul lainnya. Kebenaran beliau ditegaskan oleh kenyataan bahwa dalam zaman jahiliah demikian, norma hukum alam dan kebiasaan Allah s.w.t. mengharuskan adanya seorang Pembimbing yang sempurna.
Sudah menjadi norma abadi dari Tuhan semesta alam bahwa ketika penderitaan dunia telah mencapai puncaknya, rahmat Ilahi akan turun untuk menanggulanginya. Ketika bumi dilanda kekeringan berkepanjangan yang mengancam kelanjutan kehidupan manusia, maka Allah yang Maha Pengasih akan menurunkan hujan.

Saat beratus dan beribu-ribu manusia telah mati karena suatu wabah, maka akan turun pertolongan berupa udara atau iklim yang kemudian dibersihkan oleh unsur-unsur alam atau ditemukannya suatu jenis pengobatan baru. Ketika suatu bangsa terperangkap dalam penindasan tirani, akan muncul seorang penguasa yang adil dan pengasih. Begitu pula saat manusia melupakan jalan Allah dan meninggalkan Ketauhidan dan penyembahan Wujud-Nya, maka Allah yang Maha Luhur akan mengaruniakan wawasan sempurna kepada salah seorang hamba-Nya dimana setelah memberkati yang bersangkutan dengan firman-Nya, lalu mengutusnya untuk membimbing manusia agar ia memperbaiki kebusukan yang telah merasuk. Sang Maha Pengasih yang memelihara serta mendukung eksistensi dunia ini tidak akan menahan atau membatalkan sifat Rahmat-Nya.
Setiap sifat-sifat Wujud-Nya akan memanifestasikan dirinya pada saatnya yang tepat. Logika sehat telah membuktikan bahwa untuk mengatasi setiap bentuk bencana maka sifat Allah s.w.t. yang relevan akan mewujud pada saat itu. Sejarah telah membuktikan dan juga dibenarkan oleh para penentang serta dipertegas oleh Al-Qur’an bahwa pada saat diutusnya Hadzrat Rasulullah s.a.w. memang benar bencana telah mencapai puncaknya karena manusia di seluruh dunia telah meninggalkan jalan Ketauhidan dan ketulusan. Adapun mengenai ibadah kepada Tuhan, semua orang mengakui bahwa hanya Hadzrat Rasulullah s.a.w. saja yang telah memperbaiki kerusakan akhlak dan menyelamatkan dunia dari kegelapan paganisme dan penyembahan makhluk, lalu menegakkan Ketauhidan Ilahi sehingga tidak bisa diragukan lagi bahwa beliau itu seorang Pembimbing yang benar dari Allah yang Maha Kuasa. Argumentasi ini dikemukakan Al-Qur’an dalam ayat:

“Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengirimkan rasul-rasul kepada semua umat yang sebelum engkau tetapi syaitan menampakkan perbuatan mereka indah bagi mereka. Maka ia menjadi pemimpin bagi mereka pada hari itu dan bagi merekalah azab yang pedih. Dan Kami tidak menurunkan kepada engkau kitab ini kecuali supaya engkau dapat menjelaskan kepada mereka mengenai apa yang mereka telah menimbulkan perselisihan-perselisihan dan supaya menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Allah telah menurunkan air dari langit, lalu Dia menghidupkan dengan itu bumi setelah matinya. Sesungguhnya dalam yang demikian itu ada tanda bagi kaum yang mau mendengarkan kebenaran”. (S.16 An-Nahl:64-66).
Kami ingin mengingatkan kembali bahwa tiga unsur yang telah kami kemukakan yang menghasilkan kesimpulan bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. adalah seorang Pembimbing yang benar, ada dikemukakan secara indah dalam ayat di atas. Pertama adalah tentang kalbu manusia yang telah menyimpang dan terperangkap dalam kekeliruan selama berabad-abad, ditamsilkan sebagai tanah yang kering dan mati sedangkan firman Tuhan ditamsilkan sebagai hujan yang turun dari langit, karena memang merupakan kaidah abadi bahwa rahmat Ilahi akan selalu menyelamatkan umat manusia dari kehancuran. Kaidah ini tidak terbatas kepada air hujan phisik saja tetapi juga hujan ruhani yang akan turun pada masa kesulitan yaitu ketika kefasikan telah merata. Dalam keadaan demikian rahmat Tuhan pasti akan berfungsi untuk mengatasi bencana yang mempengaruhi kalbu manusia. Ayat ini lalu menunjuk kepada unsur kedua yaitu bahwa seluruh dunia telah rusak sebelum kedatangan Nabi Suci s.a.w. Unsur ketiga merujuk kepada kenyataan bahwa mereka yang mati ruhaninya telah dihidupkan kembali oleh firman Tuhan.
Kesimpulan yang bisa ditarik dari sini ialah bahwa semua itu merupakan tanda kebenaran Kitab Suci Al-Qur’an dimana para pencari kebenaran digiring untuk menyimpulkan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an memang benar dari Allah s.w.t. Karena argumentasi ini juga menegakkan kebenaran dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. maka disimpulkan juga bahwa beliau itu memang kenyataannya mengungguli semua Nabi-nabi lainnya karena Nabi Suci s.a.w. harus menangani seluruh dunia dimana tugas yang beliau emban sebenarnya setimpal dengan karya dari seribu atau dua ribu Nabi-nabi lainnya. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 112-116, London, 1984).
* * *
Zaman pada saat kedatangan Hadzrat Rasulullah s.a.w. memang membutuhkan seorang Pembaharu Samawi yang akbar yang membawa petunjuk Ilahi dimana ajaran yang beliau bawa nyatanya adalah hal yang benar dan amat dibutuhkan serta mencakup segala hal yang diperlukan manusia. Ajaran beliau demikian efektif sehingga berhasil menarik ratusan ribu hati manusia kepada kebenaran dan menanamkan dalam pikiran mereka bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah s.w.t.
لااله الله محمد رسو ل الله
Beliau telah menyempurnakan tujuan paripurna dari Kenabian yaitu beliau telah mengajarkan prinsip-prinsip keselamatan ruhani sedemikian sempurna sehingga tidak ada ajaran Nabi-nabi lain yang bisa menimbalinya. Semua kenyataan tersebut mendorong orang untuk yakin bersaksi bahwa sesungguhnya Hadzrat Rasulullah s.a.w. adalah seorang pembimbing yang benar dari Allah s.w.t.
Tidak ada keselamatan bagi seseorang yang karena kefanatikan dan kedegilannya lalu menyangkal semua tanda-tanda kebenaran dan ketakwaan yang mewujud begitu sempurna dalam diri Hadzrat Rasulullah s.a.w. yang tidak akan ditemui pada Nabi-nabi lainnya. Orang-orang seperti itu bahkan akan menyangkal keberadaan Tuhan, jika pun misalnya hanya untuk menyangkal kebenaran dan ketakwaan Hadzrat Rasulullah s.a.w. Biarlah mereka yang berani menyangkal, maju ke muka dan memperlihatkannya kepada kami.
(Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 112-114, London, 1984).
* * *
Nabi kita Hadzrat Rasulullah s.a.w. adalah seorang Pembaharu akbar dalam penyampaian kebenaran dan telah mengembalikan kebenaran yang selama itu hilang kepada dunia. Tidak ada Nabi lain yang bisa menimpali keberhasilan beliau dalam mencerahkan dunia yang semula gelap gulita menjadi terang benderang akibat kehadiran beliau. Beliau tidak wafat sebelum bangsa kepada siapa beliau turun, telah menanggalkan jubah paganisme mereka dan mengenakan jubah Ketauhidan Ilahi. Tidak itu saja, nyatanya mereka telah berhasil mencapai tingkat keruhanian yang tinggi serta juga berlaku takwa dan saleh yang tidak ada padanannya di bagian lain dunia. Keberhasilan demikian belum pernah dicapai Nabi lainnya selain beliau. Adalah suatu kenyataan bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. dibangkitkan di masa saat dunia tenggelam dalam kegelapan yang membutuhkan seorang Pembaharu akbar. Beliau meninggalkan dunia ini di saat ketika ratusan ribu orang telah meninggalkan paganisme dan penyembahan berhala serta beralih kepada jalan yang lurus dan Ketauhidan Ilahi. Pembaharuan yang demikian sempurna itu adalah hasil karya beliau yang telah mengajar mereka yang tadinya berada di tingkatan hewaniah menjadi manusia seutuhnya. Dengan kata lain, beliau itu telah merubah binatang-binatang liar menjadi manusia untuk kemudian menjadi¬kan mereka sebagai manusia terdidik, lalu merubah mereka menjadi hamba-hamba Allah serta meniupkan keruhanian ke dalam diri mereka guna menciptakan hubungan antara mereka dengan Tuhan yang Maha Benar. Mereka ada yang dijagal di jalan Allah seperti domba dan diinjak-injak di bawah kaki seperti semut, namun tidak ada dari mereka yang menanggalkan keimanannya dan siap maju terus menghadapi aral rintangan.
Tidak diragukan bahwa Nabi Suci s.a.w. adalah Adam yang kedua, bahkan Adam yang sesungguhnya di bidang penegakan keruhanian melalui mana nilai-nilai luhur manusia mencapai kesempurnaannya dimana semua kemampuan manusia diarahkan pada fungsi yang sepatutnya dan tidak ada fitrat manusia yang tersisa tidak terbina. Kenabian berakhir dengan beliau tidak saja karena beliau adalah Nabi terakhir dalam skala waktu, tetapi juga karena semua kesempurnaan Kenabian telah mencapai puncaknya pada wujud beliau. Mengingat beliau itu adalah manifestasi sempurna dari sifat-sifat Ilahi maka norma-norma beliau memiliki sifat keagungan dan keindahan. Karena itu beliau disebut sebagai Muhammad dan juga Ahmad, serta tidak ada kekikiran dalam Kenabian beliau karena merupakan kemaslahatan bagi seluruh dunia.
(Khutbah Sialkot berjudul “Islam,”. Sialkot, Mufid Aam Press, 1904; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 206-207, London, 1984).
di 18:26

Selengkapnya.....

Islam Agama Yang Benar

Ada dua persyaratan bagi sebuah agama yang mengaku berasal dari Tuhan. Pertama adalah agama tersebut harus bersifat demikian komprehensif, sempurna, lengkap tanpa kekurangan dan bersih dari segala cacat dan noda dalam aqidah, ajaran dan perintah-perintahnya, dimana pikiran manusia tidak mungkin merumuskan yang lebih baik lagi. Agama ini harus berada di atas dari semua agama lain menyangkut persyaratan-persyaratan tersebut.


Hanya Al-Qur’an yang mengajukan klaim untuk itu dengan menyatakan:

“Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagi manfaatmu, dan telah Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku sukai bagimu Islam sebagai agama”. (S.5 Al-Maidah:4).



Dengan kata lain, Allah s.w.t. meminta kita untuk menyelaraskan diri kita kepada realita yang inheren (melekat) di dalam kata Islam. Disini ada pengakuan bahwa Al-Qur’an merupakan ajaran yang sempurna dan bahwa saat turunnya Al-Qur’an merupakan saat dimana ajaran sempurna tersebut sudah bisa diungkapkan kepada manusia. Hanya Al-Qur’an yang layak membuat pengakuan demikian, tidak ada kitab samawi lainnya yang pernah mengajukan pernyataan seperti itu. Baik kitab Taurat mau pun Injil tidak mau memberikan pernyataan demikian. Sebaliknya malah, karena kitab Taurat mengemukakan perintah Tuhan bahwa Dia akan membangkitkan seorang Nabi dari antara para saudara Bani Israil dan akan meletakkan Firman-Nya dalam mulut Nabi itu dan barangsiapa tidak mau membuka telinganya bagi firman Tuhan tersebut akan dimintakan pertanggungjawaban1. Dari hal ini menjadi jelas bahwa jika Taurat memang sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia di abad-abad berikutnya maka tidak perlu lagi adanya kedatangan Nabi lain dimana manusia diwajibkan mendengar dan patuh kepadanya. Begitu pula dengan Injil, tidak ada mengandung satu pun pernyataan yang mengemukakan bahwa ajaran yang dibawanya telah sempurna dan komprehensif. Bahkan jelas ada pengakuan Yesus bahwa masih banyak yang harus disampaikan kepada para murid beliau namun mereka belum kuat menanggungnya, tetapi jika nanti sang Penghibur atau Roh Kebenaran (Paraclete) telah datang maka ia akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran2. Dengan demikian jelas bahwa Nabi Musa a.s. pun mengakui masih kurang sempurnanya kitab Taurat dan memintakan perhatian umatnya kepada seorang Nabi yang akan datang. Begitu pula dengan Nabi Isa a.s. yang mengakui kekurang-sempurnaan ajaran yang beliau bawa karena saatnya belum tiba untuk dibukakannya ajaran yang sempurna, tetapi juga mengingatkan bahwa jika nanti Paraclete sudah turun maka ia itulah yang akan memberikan ajaran yang sempurna. Sebaliknya dengan Al-Qur’an yang tidak ada meninggalkan persoalan terbuka untuk diselesaikan oleh kitab lainnya sebagaimana halnya dengan Taurat dan Injil, bahkan mengumandangkan kesempurnaan ajaran yang dikandungnya dengan firman:

“Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagi manfaatmu, dan telah Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku sukai bagimu Islam sebagai agama”. (S.5 Al-Maidah:4).
Inilah yang menjadi argumentasi pokok yang mendukung Islam sebagai agama yang mengungguli agama-agama lainnya dalam ajaran yang dibawanya sehingga tidak ada agama lain yang bisa dibandingkan dalam kesempurnaan ajaran yang dikandungnya.
Karakteristik kedua daripada Islam yang tidak ada pada agama lain yang juga menjadi bukti kebenarannya adalah agama ini memanifestasikan karunia dan mukjizat yang hidup. Tanda-tanda yang diperlihatkan Islam tidak saja mengukuhkan kelebihannya di atas agama lain tetapi juga menjadi daya tarik bagi kalbu manusia melalui penampakan Nur-nya yang sempurna. Karakteristik pertama Islam sebagaimana dijelaskan di atas yaitu mengenai kesempurnaan ajaran yang dibawanya, belumlah cukup konklusif untuk meneguhkan bahwa Islam adalah agama benar yang diturunkan oleh Allah s.w.t. Seorang lawan yang fanatik dan berpandangan cupat, bisa saja mengata-kan bahwa bisa jadi agama itu sempurna namun belum tentu berasal dari Tuhan. Karakteristik yang pertama memang bisa memuaskan seorang pencari kebenaran yang bijak setelah diombang-ambingkan oleh berbagai keraguan, membawanya lebih dekat kepada suatu kepastian, namun belum mengukuh-kan permasalahannya secara konklusif jika belum dirangkaikan dengan karakteristik kedua. Melalui rangkaian kedua karakteristik itu maka Nur agama yang benar mencapai kesempurnaannya. Agama yang benar mengandung ribuan bukti dan Nur, namun dua karakteristik tersebut cukuplah kiranya memberi keyakinan bagi hati seorang pencari kebenaran dan menjelaskan permasalahannya sehingga memuaskan mereka yang menyangkal kebenaran. Tidak ada lagi yang diperlukan sebagai tambahan. Pada awalnya aku bermaksud mengemukakan tigaratus argumentasi dalam buku Barahin Ahmadiyah. Tetapi setelah direnungi lebih lanjut, aku merasa dua karakteristik ini bisa menggantikan ribuan bukti-bukti lain dan karena itu Allah s.w.t. menjadikan aku merubah rencanaku itu.
(Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 3-6, London, 1984).
* * *
Hadzrat Rasulullah s.a.w. menggambarkan Allah yang Maha Kuasa dengan segala keagungan-Nya tanpa ada yang dikurangi sedikit pun. Dia dimunculkan seolah matahari yang memanifestasikan Nur-Nya dari segala penjuru. Barang¬siapa yang berpaling dari matahari haqiqi ini akan menemukan kemudharatan. Kita tidak bisa mengatakan yang bersangkutan sebagai manusia yang berkeimanan baik. Bisakah seseorang yang terjangkiti lepra dimana anggota tubuhnya telah dirusak oleh penyakit itu, lalu bisa menyatakan bahwa dirinya sehat utuh dan tidak memerlukan perawatan? Jika benar ia mengatakan demikian, bisakah kita berpendapat bahwa ia tidak berdusta? Kalau ada seseorang menekankan bahwa ia tidak juga menemukan kebenaran Islam, meskipun ia memiliki keimanan yang baik dan meskipun ia telah berupaya dengan segala cara sebagaimana ia mengelola urusan duniawinya, maka masalahnya terpulang kepada Allah s.w.t. Kami belum pernah bertemu dengan manusia seperti itu dan kami beranggapan bahwa adalah tidak mungkin seseorang yang memiliki daya nalar dan indra keadilan, akan memilih agama lain selain Islam. Orang-orang yang bodoh dan tidak berakal biasanya selalu mengambil sikap sebagaimana yang didiktekan oleh alam bawah sadarnya bahwa beriman kepada Tuhan yang Maha Esa sudah cukup dan tidak perlu lagi mengikuti Yang Mulia Rasulullah s.a.w. Yang harus diingat adalah seorang Nabi itu merupakan wujud yang mencetuskan Ketauhidan yang melahirkan konsep ke Maha-Esa-an serta menunjukkan eksistensi daripada Tuhan. Siapakah yang bisa lebih baik menunjukkan kebenaran selain Allah s.w.t. sendiri? Dia mengisi langit dan bumi ini dengan tanda-tanda yang membuktikan kebenaran daripada Yang Mulia Rasulullah s.a.w. dan di abad ini Dia telah mengutus aku serta memperlihatkan beribu-ribu tanda seperti hujan lebat yang membukti¬kan kebenaran daripada Hadzrat Rasulullah s.a.w. Lalu apa lagi yang kurang dalam pengemukaan kebenaran ini? Mereka yang memiliki penalaran cukup untuk menyangkal, mengapa tidak memikirkan cara untuk mencoba menerima? Ia yang merasa dirinya bisa melihat pada waktu gelap malam, mengapa tidak bisa melihat di terang siang hari? Sesungguhnya jalan penerimaan itu jauh lebih mudah daripada jalan penyangkalan. Mereka yang jalan pikirannya memang kurang sempurna dan indra tubuhnya tidak normal biarlah diserahkan kepada Allah s.w.t. dan kita tidak perlu pusing karenanya. Mereka itu seperti anak-anak yang mati muda. Tetapi seorang penyangkal yang jahat tidak bisa memaafkan dirinya atas dasar pertimbangan bahwa ia demikian itu karena berdasarkan i’tikad baik. Kiranya perlu dipertanyakan apakah semua indra yang bersangkutan itu memang memadai untuk memper¬timbangkan masalah Ketauhidan dan Kenabian. Jika ia memang mampu menelaah konsep-konsep itu dan tetap menyangkal karena memang i’tikadnya yang kurang baik, maka orang seperti itu tidak bisa dimaafkan. Bisakah kita memaklumi seseorang yang telah melihat matahari yang sedang bersinar lalu degil bertahan menyatakan bahwa saat ini sedang tengah malam. Begitu juga kita tidak bisa memaklumi mereka yang sengaja memutarbalikkan penalaran untuk menolak argumentasi yang dikemukakan demi Islam. Islam adalah sebuah agama yang hidup. Seseorang yang bisa membedakan di antara apa yang mati dan yang hidup, bagaimana mungkin ia mengesampingkan Islam dan menganut agama yang sudah mati?
(Haqiqatul Wahi, Qadian, Magazine Press, 1907; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 22, hal. 180-181, London


Selengkapnya.....

Kesempurnaan Sistem Petunjuk AlQuran


Pada tempat lain juga telah difirmankan:

“Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata mengenai petunjuk dan pemisahkan yang hak dari yang batil”. (S.2 Al-Baqarah:186).
Berarti Al-Qur’an memiliki tiga karakteristik. Pertama, Kitab ini membimbing manusia kepada pengetahuan tentang keimanan yang telah menghilang. Kedua, Kitab ini mengemukakan rincian dari pengetahuan tersebut secara detil. Ketiga, Kitab ini mengemukakan firman tegas tentang hal-hal berkaitan dengan mana telah muncul perselisihan paham, sehingga dengan demikian menjadi pembeda di antara yang hak dan yang batil.


Berkaitan dengan sifat komprehensifitas daripada Al-Qur’an, dinyatakan dalam sebuah ayat bahwa:

“Segala sesuatu telah Kami terangkan dengan keterangan yang terperinci”. (S.17 Bani Israil:13).
Makna dari ayat ini ialah semua pengetahuan tentang keimanan telah dijelaskan secara rinci di dalam Al-Qur’an dan Kitab ini memberikan sarana dan mengajarkan bahwa pengetahuan luhur demikian akan membimbing manusia tidak saja ke arah kemajuan parsial tetapi justru kepada perkembangan yang sempurna.
Begitu juga dinyatakan:

“Telah Kami turunkan kepada engkau kitab itu untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk dan rahmat dan kabar suka bagi orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah”. (S.16 An-Nahl:90).
Makna ayat ini untuk mengemukakan bahwa Kitab tersebut diwahyukan agar setiap kebenaran agama menjadi jelas dan kejelasan tersebut bisa menjadi pedoman dan rahmat bagi mereka yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kemudian juga difirmankan:
      ••    
“Inilah suatu kitab yang telah Kami turunkan kepada engkau, supaya engkau dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya”. (S.14 Ibrahim:2).
Berarti bahwa Al-Qur’an dapat mengikis semua bentuk keraguan yang telah menyelinap ke dalam pikiran manusia sehingga memunculkan pandangan-pandangan yang salah, serta mengarunia¬kan Nur dari pemahaman yang sempurna. Dengan kata lain, Kitab ini memberikan semua wawasan dan kebenaran yang dibutuhkan manusia guna berpaling ke arah Tuhan mereka dan beriman kepada-Nya.
Pada tempat lain dinyatakan:

“Ini bukanlah suatu hal yang telah dibuat-buat, melainkan suatu penyempurnaan apa yang telah ada sebelumnya dan penjelasan terperinci untuk segala sesuatu, dan suatu petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (S.12 Yusuf:112).
Berarti bahwa Al-Qur’an bukanlah suatu buku yang bisa dikarang oleh seorang manusia. Tanda-tanda kebenarannya nyata sekali karena Kitab ini telah menegakkan kebenaran dari Kitab-kitab sebelumnya, dengan pengertian bahwa nubuatan-nubuatan yang terkandung di dalam Kitab-kitab sebelumnya berkaitan dengan Al-Qur’an telah menjadi kenyataan dengan diwahyukannya Kitab ini. Begitu pula Al-Qur’an telah memberikan argumentasi yang mendukung aqidah-aqidah hakiki yang sebelumnya tidak dikemukakan dalam Kitab-kitab terdahulu dan dengan demikian telah menjadikan aqidah tersebut menjadi sempurna. Dengan cara ini Al-Qur’an telah meneguhkan kebenaran Kitab-kitab terdahulu dan dengan demikian telah menegakkan kebenarannya sendiri. Bahwa Kitab ini berisi semua kebenaran dari agama-agama lainnya, juga menjadi tanda kebenaran dirinya. Semua hal itu menjadi tanda kebenarannya karena tidak ada manusia yang pengetahuannya demikian komprehensif sehingga menguasai semua kebenaran agama dan mutiara kebenaran tanpa ada yang terlewatkan.
Dalam ayat-ayat tersebut di atas Allah yang Maha Kuasa secara tegas menyatakan bahwa Al-Qur’an secara komprehensif telah merangkum semua kebenaran dan hal ini menjadi argumentasi yang kuat untuk menopang kebenarannya. Sudah lewat ratusan tahun sejak pernyataan dari Al-Qur’an itu dan sampai sekarang tidak ada dari Brahmo Samaj atau pun yang lainnya yang berani menyangkalnya. Rasanya menjadi jelas bahwa mereka dengan tidak memberikan kebenaran baru yang mungkin terlewat oleh Al-Qur’an, tentulah mereka itu seperti orang-orang tidak waras yang mengemukakan sesuatu tanpa realitas yang mendukung. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa mereka itu sebenarnya memang tidak mencari kebenaran sebagaimana seorang muttaqi tetapi hanya untuk memuaskan nafsu jahat mereka dalam mencari jalan untuk membebaskan diri dari Firman Tuhan dan dari Tuhan sendiri.
Guna memperoleh kebebasan demikian, mereka telah berpaling dari Kitab Tuhan yang hakiki dimana kebenarannya lebih cemerlang daripada matahari sekalipun. Mereka tidak mau membicarakan hal-hal itu dalam semangat orang terpelajar, tidak juga mereka mau mendengarkan suara pihak lain. Mereka seharusnya diingatkan, kapan pernah seorang manusia mampu mengajukan suatu kebenaran keagamaan yang bertentangan dengan Al-Qur’an yang tidak ada jawabannya di dalam Kitab ini. Selama lebih dari 1300 tahun sudah Kitab Suci Al-Qur’an menyatakan bahwa semua kebenaran keagamaan telah dirangkum di dalamnya. Alangkah jahatnya orang yang tanpa menguji Kitab yang demikian luhur lalu mengatakannya sebagai berkekurangan. Betapa angkuhnya mereka karena tidak mau mengakui kebenaran pernyataan Al-Qur’an tetapi juga tidak mampu membantahnya. Sebenarnya walau bibir mereka terkadang mengucapkan nama Tuhan, namun hati mereka berisi segala kekotoran duniawi. Bila mereka memulai diskusi keagamaan, mereka selalu tidak mau melanjutkannya sampai selesai karena takut kebenaran akan mengemuka.
Mereka seenak hatinya sendiri menyatakan bahwa Kitab ini berkekurangan padahal Allah s.w.t. telah berfirman:

“Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagi manfaatmu dan telah Kulengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Kusukai bagimu Islam sebagai agama”. (S.5 Al-Maidah:4).
Apakah kalian tidak takut kepada Tuhan? Apakah kalian akan terus saja berkelakukan seperti ini? Apakah kalian pikir bahwa mulut kalian tidak akan dilaknat Tuhan nanti? Jika kalian pikir bahwa kalian telah menemukan kebenaran luhur setelah penelitian dan kerja keras kalian, lalu menyatakan bahwa hal itu terlewatkan oleh Al-Qur’an, kami undang kalian untuk datang menyerahkannya kepada kami, dan kami nanti akan berikan bukti dari Al-Qur’an bahwa semuanya sudah terangkum di dalamnya. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 223-227, London, 1984).





Selengkapnya.....
 




© 2007 Vitamin Bagi Jiwamu | Design by Kolom Tutorial | Template by : Template Unik